Kamis, 01 Januari 2015

ROMEO



ROMEO

Bintang-bintang di langit nampak suram, samar dibayangi cahaya bulan baru. Seperti gerhana di pertengahan bulan  oktober, masa hanya akan mencatatnya, lalu akan ditinggalkan begitu saja.
Gambaran hatinya seperti purnama yang ditelan seekor naga. Gerhana datang di saat puncaknya untuk bercahaya. Pelan tapi pasti, cahayanya tertutupi rimbun kegelapan dari warna yang lain, lalu sirna.

Kepakan sayap kecil kelelawar yang kemudian hinggap di sebuah pohon terdengar menyatu dengan suara angin.

Namanya Nakajima Yuto. Baru saja dua puluh satu tahun Agustus lalu. Entah itu senang atau sedih, melodinya harus selalu ceria. Debaran perasaan yang seperti gebukan drum, bersemangat dan pantang menyerah. Tentu saja  semburat merah di pipi pernah dirasakannya.
Indah sekali bukan?

Dengan tubuh mungil yang nyaris harus membuat Yuto selalu menunduk, mata mengerjap cerah dan wajah yang ceria. Bagi Yuto, saat-saat seperti itu, rasanya seperti melihat peri. Saat tubuh itu meliuk atau berputar, perasaannya menjadi berdeburan.

Bibir merah dengan senyum yang menawan. Perinya benar-benar rupa sempurna sebuah keindahan yang manis.

Meskipun terkadang seperti tidak memikirkan apa pun, berjalan lurus tanpa peduli harus melompat atau pun berlari, Yuto selalu melihat ke arah perinya. Putaran waktu seperti sebuah kejutan. Dan terkadang kejutan itu datang berurutan.

Apa yang salah dari perasaannya?

Yuto tidak pernah berdoa untuk bisa bertemu dengan perinya, tidak pernah memohon untuk bisa jatuh cinta sedalam itu. Tidak pernah terbesit di benaknya bahwa sang peri akan muncul di depannya, lantas membuatnya jatuh cinta. Jatuh dalam cinta yang dalam.

Cinta yang membuatnya bernafas dengan begitu bebas. Udara di sekitarnya menjadi begitu segar. Bagian terbaik dari kehidupannya, ketika perinya datang menghampirinya, bercanda dengannya, bermain dengannya. Ketika tangannya tanpa sengaja bersentuhan dengan tangan itu, saat tanpa sadar matanya saling menatap dengan mata itu.

Deburan ombak yang direkamnya dalam ingatan, atau senyum itu yang diabadikannya lewat kamera. Yuto ingin memeluk perinya dalam kehangatan. Bunga-bunga yang bermekaran di musim semi, semuanya menjadi sama ketika ia jatuh cinta. Bahkan  di puncak musim dingin sekalipun, bunga di hatinya mekar dengan sempurna.

Cintanya sesempurna cahaya purnama di atas samudera. Bukankah melihatnya dari kapal pesiar, diiringi musik yang romantis dan makan malam yang berkesan, semua itu akan memberikan kenyamanan pada hati. Dengan semua bunga-bunga, dengan hidangan yang ditata begitu apiknya, seharusnya perasaannya menjadi genap.

Tapi tidak.

Senyuman melengkung indah itu semakin datar lantas menghilang ketika Yuto menyatakan perasaannya. Riak air yang tenang di permukaan tidak pernah menggambarkan apa yang ada di dasarnya, seperti itulah penggambarannya.

Perinya menatap tak percaya. Mata bening yang seakan mutiara coklat di bawah cahaya bulan nampak hampa. Bibir kemerahan yang terkatub rapat, nafas yang tertahan kebingungan, pipi yang memerah menahan degub jantung, angin bahkan tidak bisa membawa peri itu padanya.

Yuto ingin memberikan keyakinan itu, bahwa ia tidak akan pernah melangkah keluar dari jalan yang dipilihnya. Yuto mencoba memberikan ketenangan itu, janji bahwa perinya akan selalu aman di dalam hatinya. Tidak akan ada yang mengambil tempatnya, sejak Yuto pertama kali melihatnya, sekarang dan seterusnya.

Baik siang maupun malam, baik matahari terbit atau pun terbenam, Yuto akan selalu memberikan cintanya secara utuh. Cintanya tidak akan menjadi kue yang terbagi.

“Tidak! Itu tidak bisa! Tidak akan pernah bisa!” Tapi hanya itu jawabannya.

Seperti yang telah dikatakan. Namanya Nakajima Yuto. Baru saja dua puluh satu tahun Agustus lalu.

Perasaannya seperti permukaan samudera yang dingin, dengan begitu banyak misteri berenang di dalamnya. Di balik mata itu, ada seorang peri yang tengah menari dengan lincahnya. Di balik bibir yang terkatup pucat itu ada gambaran seorang peri yang mengajaknya tertawa. Di dalam hatinya, tidak ada gambaran yang bisa dijelaskan.

Seperti purnama yang menjadi gerhana, cintanya yang utuh mengikis gelap, namun gelap justru menelannya. Pada akhirnya ia hilang, menjadi gerhana, di mana bumi akan memisahkan bulan dari matahari.

Matanya menatap kosong. Di luar sana, bintang-bintang berpendar samar. Menemani bulan baru yang mungil.

“Namanya Nakajima Yuto?” Sesosok dengan rambut dicat kecoklatan, mata yang begitu indah, memandang iba.

“Hm, baru saja masuk bulan lalu. Dia masih sangat muda, beberapa bulan lebih muda darimu, Yamada!” Seseorang lain yang berdiri di sampingnya, mengenakan jas putih yang khas ikut memandang ke arah yang sama, dengan tatapan yang tebih wajar.

Di hadapan jendela, sosok tinggi yang sedang mereka bicarakan berdiri mematung, menatap ke langit luar. Tempat perinya sekarang menari.

“Haahh? Kenapa dia harus berada di sini?” Yamada sedikit terkejut.

“Yang jelas bukan untuk magang sepertimu, anak baru!” Jawaban itu membuat Yamada mengulum senyumnya.

“Dia baik-baik saja sebelumnya. Sulung dua bersaudara dengan kehidupan yang baik. Tapi beberapa waktu lalu, orang yang dia sukai ditemukan sudah menjadi mayat di apartemennya. Dia tidak pernah mengatakan apa pun, dan selama di sini juga tidak menunjukkan tindakan yang membahayakan!” 

Mendengar penjelasan itu, Yamada sedikit tertengun. Apakah itu sejenis depresi?

“Hei, ayo!” Sebuah teriakan mengingatkan Yamada bahwa ia sekarang sendirian di dalam ruangan berteralis ini, sementara dokter yang membawanya berkeliling sudah hampir menghilang di tikungan.

“Yah, bagaimana bisa dia meninggalkanku seperti ini!” Yamada mengomel sambil berbalik, mencoba menyusul.

Tapi seseorang telah berdiri di belakangnya, menangkapnya seperti serangga di jaring laba-laba. Matanya yang indah  terbuka lebar ketika tangan itu menariknya ke belakang, sementara mulutnya dibekap dengan tangan yang lain.

Namanya Nakajima Yuto. Tertulis begitu di note Yamada yang terjatuh di dekat pintu. Dan dalam cintanya, Yuto tidak akan membiarkan perinya meninggalkannya lagi. Jika Yuri memilih meminum anggur beracun ketika Yuto ingin memilikinya, maka kali ini, peri yang indah ini akan bersamanya.
Yuto akan membawakan hadiah untuk Yuri ketika mereka bertemu lagi nanti. Seorang teman untuk saksi pernikahan mereka di surga!

END~

Waaaa ... saya menyelesaikan ini ini dengan cukup cepat ^_^ Saya harap tidak terlalu mengecewakan ^_^

Apakah ini bisa dimengerti? Di sini sedikit diceritakan mengenai kondisi psikis seseorang. Perasaan suka yang besar kadang memiliki kecenderungan untuk memiliki bagaimana pun caranya, bukankah seperti itu? Saya tidak bisa menceritakannya dengan baik, jadi ... seperti itulah kira-kira.

Untuk semua yang telah membaca, terimakasih banyak ^_^ Bagaimana pun, ini hanya sebuah fanfiction, jadi, mohon tetap menganggapnya sebagai fanfiction saja ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar