Rabu, 04 Februari 2015

FF_ Secret Love



SECRET LOVE

Airmataku menetes dalam hati. Melihatmu menangis dalam tidur seperti itu, aku bertanya-tanya apa yang bisa aku lakukan untukmu. Dan ketika hanya keheningan malam yang menjawab pertanyaanku dengan kebisuan, airmataku turun menjadi nyata. Tak ada yang bisa kuulang untuk mengulang waktumu, tak ada yang bisa kulakukan untuk apa yang telah kamu rasakan ketika kamu mengatakan untuk membiarkannya menjadi rahasia.

Semakin aku mendekat, luka di matamu semakin jelas. Keheningan malam yang panjang, menarikku bangun untuk menatapmu lebih lama. Semakin aku mencoba menghapus airmatamu, semakin jauh rasanya jarakmu dari jangkauanku.

“Pernahkah kamu bermimpi, terbangun sebagai orang yang terluka? Kamu menangis dan tidak ada yang mendengarmu? Kamu terjatuh dan tidak ada yang menolongmu?” Tanyamu pagi tadi.

Apa jawabku untukmu?

Tidak ada sedikitpun tenaga untuk menjawabmu begitu aku melihat airmatamu membanjir.

“Seandainya kamu jujur sejak dulu, bukankah aku sudah terluka waktu itu dan mungkin sudah sembuh sekarang?” Tanyamu lagi sementara aku hanya membisu.

“Semakin aku hidup di sekelilingmu, kisahku hanya berakhir seperti ini!” Putusmu sebelum meninggalku dengan rahasiaku yang bukan lagi rahasia terdiam antara terkejut dan terluka di halaman samping rumah kita, tempat biasanya kita saling memandang untuk melepas rindu meskipun bersama seharian.

Membayangkan pahitnya hari tanpamu, entah sepinya seperti apa. Mungkin nanti aku juga merasakan sakit yang kamu rasakan sekarang. Tapi tidak akan ada yang tertinggal untukku. Kkarena saat itu datang, kamu pasti tidak lagi di sisiku. Ketika luka yang kini memenuhi hatimu nantinya akan kurasakan juga, kamu mungkin telah sembuh dari lukamu.


Lalu siapa yang akan menyembuhkanku?

Kamu tidak ada di sisiku, kan?

Besok dan besoknya lagi, seperti apa akan terlewati jika itu tidak denganmu? Haruskah itu menjadi rahasia juga seperti hari ini?

Kumohon jawab aku ....

Tapi lagi-lagi hanya keheningan malam yang menjawabku.

Airmata yang meleleh di pipimu itu, bagaimana cara untuk menghapusnya? Aku tidak pernah bermimpi berada di tempatmu, atau merasakan perasaan yang kamu rasakan. Kamu selalu membuatku bermimpi indah dan terbangun sebagai seseorang yang tersenyum bahagia.

Penyesalan tak akan mengubah apa pun. Aku tau itu. Maka kutanyakan seperti apa aku seharusnya. Aku tidak jujur padamu, benar. Tapi bukan karena aku ingin menyakitimu.

Jika aku jujur sejak awal, apakah kamu akan berada di sisiku meskipun hanya untuk sesaat?

Semakin aku hidup dalam cintamu, aku semakin tidak bisa lepas darimu. Sulit sekali ketika harus terbangun tanpa kamu di sisiku. Lantas kututurkan setiap kata bersulam dusta padamu.

Airmata yang meleleh di pipimu, adalah darah yang mengalir dalam hatiku.

***

Pagi datang dalam kelabu. Sebelum fajar kamu terbangun dengan bekas airmata di sepanjang pipimu. Sementara aku tidak bisa memejamkan mataku. Aku selalu ketakutan, takut kamu pergi ketika aku tertidur dan tidak bisa memberimu ucapkan selamat tinggal darimu.

Tanda-tanda hujan yang akan turun menebar dingin di sekeliling. Jendela yang terbuka semalaman membiarkan angin bercampur aroma anggrek dari taman di halaman samping rumah kita menguasai ruang tempat biasanya kita berkumpul untuk sekedar bercanda atau menghabiskan waktu bersama.

“Aku bermimpi, melihatmu menungguku di ruangan ini dengan pintu dan jendela-jendela yang terus terbuka. Itu membuatku menangis. Apakah kamu juga pernah bermimpi tentangku? Bagaimana aku akan berjalan seorang diri tanpamu?” Tanyamu sambil memandangku.

Di batasi meja berbentuk lingkaran ini, kita hanay saling memandang untuk beberapa saat.

“Aku hanya bisa bermimpi indah tentangmu. Kita yang bersama, kita yang saling memeluk, kita yang saling memandang ketika sama-sama tua, kita yang ....!”

“Pernahkah kamu bermimpi tentang dia juga? Bagaimana dia menunggumu dengan berharap kamu akan pulang sepanjang malam?” Kamu memotong, tersenyum tipis. Pahit dan penuh luka.

Aku membuka kedua bibirku, berharap bisa mengeluarkan sepatah kata, tapi aku gagal.

“Bagaimana perasaannya jika tau kamu ada di sini ketika dia berusaha terus menunggumu dengan menahan sakit di hatinya? Jika aku sesakit ini, bagaimana dengan rasa sakit yang harus ditanggungnya?” Tanyamu lagi.

“Chii....!” Lirihku.

“Jangan biarkan mimpiku menjadi nyata. Kamu tidak boleh duduk disini menunggu sementara dia di sana juga menunggumu. Jika kita bertemu lagi, biarkan aku membagi senyumanku dengannya, agar aku tidak harus terus memikul rasa sakit ini seumur hidupku!”Lanjutmu.

Aku menatapmu dengan mata basah tapi kamu tersenyum. Sakit sekali. Kamu pasti lebih sakit dari ini kan?

Dan pagi yang datang dalam kelabu dikunjungi hujan yang mengantarkannya pada siang. Ketika kamu sudah tidak ada di sisiku lagi, pahit dan manis, apa pun itu tidak bisa kukecap rasanya.

Entah berapa lama.

Aku tidak bisa begitu saja mengangkat kakiku untuk pergi.

***

Senyuman kelegaan yang kusaksikan seperti sebuah senyuman kerinduan. Menyambutku tanpa tau siapa yang kumimpikan malam-malam setelahnya.

Tidak ada pertanyaan. Hanya tatapan penuh tanda tanya atau helaan nafas panjang.

Apakah aku begitu kejam? Pergi padamu ketika dia menungguku? Datang padamu seolah aku sedang tidak meninggalkan siapa-siapa? Mendustainya, mendustaimu? Melukainya dan melukaimu? Pada akhirnya, aku hanya melukai diriku untuk melukai semua orang.

Jika kita bertemu lagi, apakah bisa mengucapkan “Lama tidak bertemu!” padamu? Memperkenalkanmu padanya juga?

Sebagai siapa?

Mantan cintaku yang lain setelah aku memilikinya?

Dan kisahku yang entah entah berlabuh dimana, layar telah dikembangkan dan aku harus berlayar. Dalam pelayaranku berikutnya, mungkin akan bertemu denganmu. Ketika saat itu terjadi, mungkin kita tidak perlu mengucapkan selamat tinggal lagi.

END_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar