SECRET LOVE
Airmataku
menetes dalam hati. Melihatmu menangis dalam tidur seperti itu, aku
bertanya-tanya apa yang bisa aku lakukan untukmu. Dan ketika hanya keheningan
malam yang menjawab pertanyaanku dengan kebisuan, airmataku turun menjadi
nyata. Tak ada yang bisa kuulang untuk mengulang waktumu, tak ada yang bisa
kulakukan untuk apa yang telah kamu rasakan ketika kamu mengatakan untuk
membiarkannya menjadi rahasia.
Semakin
aku mendekat, luka di matamu semakin jelas. Keheningan malam yang panjang, menarikku
bangun untuk menatapmu lebih lama. Semakin aku mencoba menghapus airmatamu,
semakin jauh rasanya jarakmu dari jangkauanku.
“Pernahkah
kamu bermimpi, terbangun sebagai orang yang terluka? Kamu menangis dan tidak
ada yang mendengarmu? Kamu terjatuh dan tidak ada yang menolongmu?” Tanyamu
pagi tadi.
Apa
jawabku untukmu?
Tidak
ada sedikitpun tenaga untuk menjawabmu begitu aku melihat airmatamu membanjir.
“Seandainya
kamu jujur sejak dulu, bukankah aku sudah terluka waktu itu dan mungkin sudah
sembuh sekarang?” Tanyamu lagi sementara aku hanya membisu.
“Semakin
aku hidup di sekelilingmu, kisahku hanya berakhir seperti ini!” Putusmu sebelum
meninggalku dengan rahasiaku yang bukan lagi rahasia terdiam antara terkejut
dan terluka di halaman samping rumah kita, tempat biasanya kita saling
memandang untuk melepas rindu meskipun bersama seharian.
Membayangkan
pahitnya hari tanpamu, entah sepinya seperti apa. Mungkin nanti aku juga
merasakan sakit yang kamu rasakan sekarang. Tapi tidak akan ada yang tertinggal
untukku. Kkarena saat itu datang, kamu pasti tidak lagi di sisiku. Ketika luka
yang kini memenuhi hatimu nantinya akan kurasakan juga, kamu mungkin telah
sembuh dari lukamu.
Lalu
siapa yang akan menyembuhkanku?
Kamu
tidak ada di sisiku, kan?
Besok
dan besoknya lagi, seperti apa akan terlewati jika itu tidak denganmu? Haruskah
itu menjadi rahasia juga seperti hari ini?
Kumohon
jawab aku ....
Tapi
lagi-lagi hanya keheningan malam yang menjawabku.
Airmata
yang meleleh di pipimu itu, bagaimana cara untuk menghapusnya? Aku tidak pernah
bermimpi berada di tempatmu, atau merasakan perasaan yang kamu rasakan. Kamu
selalu membuatku bermimpi indah dan terbangun sebagai seseorang yang tersenyum
bahagia.
Penyesalan
tak akan mengubah apa pun. Aku tau itu. Maka kutanyakan seperti apa aku
seharusnya. Aku tidak jujur padamu, benar. Tapi bukan karena aku ingin
menyakitimu.
Jika
aku jujur sejak awal, apakah kamu akan berada di sisiku meskipun hanya untuk
sesaat?
Semakin
aku hidup dalam cintamu, aku semakin tidak bisa lepas darimu. Sulit sekali
ketika harus terbangun tanpa kamu di sisiku. Lantas kututurkan setiap kata
bersulam dusta padamu.
Airmata
yang meleleh di pipimu, adalah darah yang mengalir dalam hatiku.
***
Pagi
datang dalam kelabu. Sebelum fajar kamu terbangun dengan bekas airmata di
sepanjang pipimu. Sementara aku tidak bisa memejamkan mataku. Aku selalu
ketakutan, takut kamu pergi ketika aku tertidur dan tidak bisa memberimu
ucapkan selamat tinggal darimu.
Tanda-tanda
hujan yang akan turun menebar dingin di sekeliling. Jendela yang terbuka
semalaman membiarkan angin bercampur aroma anggrek dari taman di halaman
samping rumah kita menguasai ruang tempat biasanya kita berkumpul untuk sekedar
bercanda atau menghabiskan waktu bersama.
“Aku
bermimpi, melihatmu menungguku di ruangan ini dengan pintu dan jendela-jendela
yang terus terbuka. Itu membuatku menangis. Apakah kamu juga pernah bermimpi
tentangku? Bagaimana aku akan berjalan seorang diri tanpamu?” Tanyamu sambil
memandangku.
Di
batasi meja berbentuk lingkaran ini, kita hanay saling memandang untuk beberapa
saat.
“Aku
hanya bisa bermimpi indah tentangmu. Kita yang bersama, kita yang saling
memeluk, kita yang saling memandang ketika sama-sama tua, kita yang ....!”
“Pernahkah
kamu bermimpi tentang dia juga? Bagaimana dia menunggumu dengan berharap kamu
akan pulang sepanjang malam?” Kamu memotong, tersenyum tipis. Pahit dan penuh
luka.
Aku
membuka kedua bibirku, berharap bisa mengeluarkan sepatah kata, tapi aku gagal.
“Bagaimana
perasaannya jika tau kamu ada di sini ketika dia berusaha terus menunggumu
dengan menahan sakit di hatinya? Jika aku sesakit ini, bagaimana dengan rasa
sakit yang harus ditanggungnya?” Tanyamu lagi.
“Chii....!”
Lirihku.
“Jangan
biarkan mimpiku menjadi nyata. Kamu tidak boleh duduk disini menunggu sementara
dia di sana juga menunggumu. Jika kita bertemu lagi, biarkan aku membagi
senyumanku dengannya, agar aku tidak harus terus memikul rasa sakit ini seumur
hidupku!”Lanjutmu.
Aku
menatapmu dengan mata basah tapi kamu tersenyum. Sakit sekali. Kamu pasti lebih
sakit dari ini kan?
Dan
pagi yang datang dalam kelabu dikunjungi hujan yang mengantarkannya pada siang.
Ketika kamu sudah tidak ada di sisiku lagi, pahit dan manis, apa pun itu tidak
bisa kukecap rasanya.
Entah
berapa lama.
Aku
tidak bisa begitu saja mengangkat kakiku untuk pergi.
***
Senyuman
kelegaan yang kusaksikan seperti sebuah senyuman kerinduan. Menyambutku tanpa
tau siapa yang kumimpikan malam-malam setelahnya.
Tidak
ada pertanyaan. Hanya tatapan penuh tanda tanya atau helaan nafas panjang.
Apakah
aku begitu kejam? Pergi padamu ketika dia menungguku? Datang padamu seolah aku
sedang tidak meninggalkan siapa-siapa? Mendustainya, mendustaimu? Melukainya
dan melukaimu? Pada akhirnya, aku hanya melukai diriku untuk melukai semua
orang.
Jika
kita bertemu lagi, apakah bisa mengucapkan “Lama tidak bertemu!” padamu?
Memperkenalkanmu padanya juga?
Sebagai
siapa?
Mantan
cintaku yang lain setelah aku memilikinya?
Dan
kisahku yang entah entah berlabuh dimana, layar telah dikembangkan dan aku
harus berlayar. Dalam pelayaranku berikutnya, mungkin akan bertemu denganmu.
Ketika saat itu terjadi, mungkin kita tidak perlu mengucapkan selamat tinggal
lagi.
END_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar