-PURPLE
FLOWER-
Cast
: Hey!Say!BEST
Genre
: Angst (Mungkin ?)
Summary:
Ketika aku masih memilikimu, aku ragu untuk membawamu berjalan bersamaku.
Hingga saatnya kamu meyakini bahwa kamu tidak mungkin bersamaku, dan kamu harus
melangkahkan kakimu dalam perjalanan yang lain. Saat itu, aku hanya mampu
menjagamu dari jauh. Jika bisa, raihlah tanganku saat kamu akan terjatuh, kali
ini, aku pasti akan menggenggam tanganmu lebih erat.
Perjalanan
yang menjadi begitu berat
dengan
nafas yang sesak
langkah
tertatih dengan kaki penuh luka berdarah
kamu
berjalan jauh di depan sana
tidak
menoleh ke belakang
menyisakan
punggung bergetarmu untuk kutatap dari kejauhan
tanganku
ini, tidak mungkin sampai padamu
saat
butiran bening itu jatuh dari matamu yang teduh.
tidak
apa-apa
aku
akan baik-baik saja dengan semua luka
tapi
kamu,
tetaplah
melangkahkan kakimu ke cahaya di depan sana
agar
aku bisa melihat terang juga.
Kita tidak akan mungkin bersama.
Aku tau kamu berfikir seperti
itu. Meyakininya. Menyakiti dirimu sendiri. Aku tidak pernah apa-apa dengan
lukaku, tapi aku akan sangat meresahkan lukamu. Karena kamu adalah
indera-inderaku. Aku akan merasakan rasa sakit yang menjalar dalam syarafmu.
Jalan-jalan berlubang menghambat
sebuah perjalanan. Dan aku tidak pernah mengerti mengapa kita menjadi seperti
ini. Aku tau hidup adalah sebuah pilihan, tapi bukankah kita tidak pernah
memilih terlahir seperti ini.
Haruskah aku menggugat sesuatu yang disebut
takdir?
Perjalan kita bukan sehari dua
hari. Kisah yang kita tulis bukan hanya selembar dua lembar.
Kita telah bersama lebih dari
yang mata-mata itu melihat. Kita telah bersama lebih dari apa yang
telinga-telinga itu mampu mendengar. Tangan kita telah bertautan jauh sebelum
kita harus melepaskannya.
Tidak pernah sedikit pun aku
merasa lelah berjalan bersamamu. Tidak pernah sedikit pun aku merasa bosan saat
bersamamu. Mendengarkan suaramu, melihat senyum dan tawamu, menemanimu
menangis, menggenggam jemarimu, membisikkan kata-kata manis untukmu, memelukmu.
Semua kulakukan dengan sepenuh hatiku.
Aku dan kamu telah menjadi kita
semenjak garis takdir mempertemukan untuk kali pertama. Cinta itu memang tidak
terlahir dari sapaan pertama, tapi perjalanan waktu menumbuhkannya menjadi
pohon raksasa dengan bunga yang berwarna-warni. Akar yang telah menyatu dengan
hati, itu semua tidak akan bisa dicabut dengan tangan manusia. Nama yang telah
terukir di puncak karang tidak akan udah dihapus oleh angin.
Tapi jalan itu terlalu berliku.
Berat yang membebani hatimu juga
ingin kupikul agar kamu bisa berjalan dengan tenang di sampingku. Tapi kamu
sama sekali tidak membiarkan dirimu berbagi meski hanya untuk beberapa pons
dari berjuta ton yang kamu tanggung.
Di saat kamu terluka, aku ingin
menjadi orang yang mampu mengobatinya. Di saat kamu menangis, aku ingin menjadi
orang pertama yang menenangkanmu. Aku ingin menjadi tempatmu menyandarkan
hatimu.
Tapi kita tidak bisa pergi kemana
pun. Terlalu banyak noda-noda hitam yang membuat peta perjalan kita menjadi
tidak terbaca. Akan menjadi sangat sulit bagiku untuk membawamu ke jalan dengan
akhir yang bahagia.
Senyumanmu itu, aku ingin
melihatnya. Tapi jika denganku, yang sangat mungkin adalah air mata yang
mengalir di pipimu. Semua itu mengaburkan pandanganku.
Jurang dalam, dinding menjulang,
dan samudera api yang membentang di depan sana membuatku tidak mungkin
membawamu melangkah bersamaku. Begitu pun yang ada dalam fikiranmu. Jalan
buntu, jembatan yang terputus, dan melodi menyayat hati membuatmu tidak mungkin
melangkah lebih jauh untuk meraih kembali tanganku yang terpaksa harus kamu
lepaskan.
Aku tidak tau bagaimana, tapi aku
ingin kamu ada bersamaku. Hanya saja, saat aku sadar bahwa aku yakin bisa
membawamu menyeberangi jurang tanpa jembatan itu, kamu sudah tidak lagi
menggenggam tanganku.
Bagaimana aku bisa menjadi begitu
lemah di saat aku seharusnya menjadi yang paling kuat untuk menjagamu.
Melindungimu dari semua tatapan itu, dari semua perkataan itu. Bukankah,
tatapan akan berakhir saat mata tertutup, bukankah perkataan akan berlalu
seiring jarak yang melemparkannya kepada kehampaan? Aku sama sekali tidak
mengerti.
***
Bunga-bunga
ungu berguguran dari tangkai-tangkai yang kering
pada
angin yang membawanya ke telapak tanganmu
aku
berkisah
mendongengkan
sepasang tangan yang bertautan dalam tahun-tahun pangjang melelahkan
hingga
kita terpaksa harus melepaskannya ...
Biarkan
seperti itu,
karena
apa pun itu aku tetap menyimpanmu dalam hatiku.
Es berbentuk hati dengan sebutir
ceri di dalamnya itu mulai mencair perlahan. Lelahannya menyatu dengan lemon
ice yang semakin mendingin, membuat butiran air menjadi corak buram di gelas
yang semula bening.
“tidakkah kamu berfikir untuk
menemuinya? Mungkin saja dia merindukanmu?” Hikaru memulai perbincangan kami
yang mulai kembali membak setelah episode canggung entah berapa lama.
“Tidak apa-apa. Jika aku
menemuinya, kami harus memulai semuanya dari awal lagi. Dia dengan luka yang
begitu dalam karena kami tidak mungkin bersama, dan aku dengan penyesalan
seumur hidupku atas rasa sakit yang ditanggungnya!” Jawabku setelah menyesap
sedikit lemon ice dengan sedotan yang dihiasi potongan lemon.
Ah, dulu aku beberapa kali mampir
di kafe bernuansa hijau dan kuning ini bersama seseorang yang kini bahkan untuk
menyebut namanya pun menjadi begitu menyesakkan.
“Ah, haruskah aku menyeretmu ke
sana? Atau aku harus membiarkanmu mati mengenaskan seperti ini?” Hikaru mulai
kesal dengan tingkahku.
Tentu. Dia sahabat terbaikku.
lebih dari sepuluh tahun bersama. Dia tahu hampir seluruhnya tentangku. Bahkan,
aku-Hikaru-dia seringkali bersama sehingga terkadang kami saling cemburu.
Ku pandangi pernak-pernik
berbentuk buah-buahan yang menghiasi dinding kafe ini. Hikaru terlihat ingin
menyampaikan sesuatu tapi ragu. entah apa, tapi aku bisa membaca itu tentang
apa.
“Kou, apakah kamu benar-benar
tidak apa-apa?” Hikaru bertanya dengan nada cemas.
Hikaru. Bahkan tanpa kamu harus
bertanya, kamu tau bahkan aku sama sekali tidak baik-baik saja. Kamu bahkan
bisa melihat luka yang begitu menganga, mengatakan padamu betapa kerasnya aku
mencoba untuk baik-baik saja tapi tidak bisa.
Aku menyesal tidak menggenggam
tangannya lebih erat. Aku menyesal tidak bisa membuatnya yakin bahwa kami bisa
bersama. Aku menyesal membuatnya harus bersama orang lain.
Itu semua membuatnya sakit.
Dan aku sakit juga.
Sangat sakit.
Tanpa sadar aku mulai mengalirkan
air mata tanpa bisa bersuara.
“Kou, hari ini Kei menikah!”
Hikaru mengela nafasnya setelah mengucapkan kalimat mengerikan itu dengan nafas
tertahan.
Aku tau.
Aku tau.
Dia sendiri yang memberi tahuku.
Bahkan mengundangku meski dengan air mata yang bercucuran. Tapi aku tidak
mungkin berlari ke arahnya di saat dia bersama dengan orang yang menjadi
keputusannya setelah kami berpisah.
Karena aku tidak sanggup
mempertahankannya yang begitu berharga.
***
Di
depan sana itu jalan untuk kita yang penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran
untukmu
yang berharga
kulepaskan
tautan tangan kita
untukmu
berjalan tanpa perasaan resah
bukan
untuk melepaskan cintaku padamu.
Tidak
apa-apa
biarkan
seperti itu
nantinya
kamu akan mengerti
kita
tidak bisa berada di satu rel yang sama.
Perjalan kita berakhir di
persimpangan ini. Sebuah pertigaan dimana kamu harus memilih untuk
meninggalkanku demi semua yang mencintaimu.
Jalanmu yang ada setelah ini,
adalah jalan yang lebih cemerlang, dengan gemerlapan cahaya dari bintang-bintang
paling terang. Dan aku, akan tetap melihatmu dengan sepenuh kekaguman, berlari
ke arahmu lebih cepat dari siapa pun saat kamu terjatuh.
Tidak apa-apa. Sungguh. Kita
tidak akan apa-apa.
Janji yang terucap dari bibirmu
yang bergetar, aku mendengarnya seperti lagu kesedihan yang pernah kita
nyanyikan. Tapi setelah ini, kamu tidak akan takut berjalan ke luar sana. Kamu
tidak perlu khawatir akan melukai orang-orang yang mencintaimu. Kamu bisa
berjalan dengan menegakkan wajahmu, menggenggam tangan dia yang sekarang berada
di sampingmu.
Tidak apa-apa. Dia yang sekarang
mendampingi perjalanmu akan menjagamu lebih abik dariku. Memberimu tatapan
seperti yang hari ini diberikannya padamu. Kalian berdua indah bersama. Ketika
nanti kalian berjalan bergandengan tangan, semua akan menatap penuh kekaguman,
bukan tatapan penuh kecurigaan saat kita berjalan bersama dengan bergandengan
tangan.
“Yabu kun, apakah tidak apa-apa?”
Daiki memandangku dengan tatapan mata besar indahnya. Seolah meyakinkan dirinya
sendiri bahwa aku baik-baik saja.
Aku hanya tersenyum padanya,
lantas kembali memandangmu yang sedang mencoba tersenyum di depan sana.
“Dia akan baik-baik saja!” Yuya
menjawab pertanyaan Daiki tanpa melihatku. Entah, maksudnya kamu atau aku yang
akan baik-baik saja.
Tidak apa-apa jika seperti ini
kan?
Tidak apa-apa jika aku hanya
memandang dan menjagamu dari jauh kan, Kei?
Angin yang bergerak mengelus
perjalanan kita seolah mengatakan padaku bahwa inilah jembatan yang seharusnya
kamu lewati. Jika begitu, maka aku tidak akan apa-apa.
Bersandarlah
padaku
genggamlah
tangannya
aku
akan berjalan ke depan juga
agar
ketika nanti senja datang menyapa kita
dengan
bunga-bunga ungu yang bertebaran mengelilingi langit
aku
bisa menyapamu dengan perasaan lega.
_END_
***
_Aku berjalan pada
malam-malam saat purnama
di atas sana, tiba-tiba
gerhana memperlihatkan bentuk sabit yang cemerlang
cahayanya mengatakan padaku
untuk mengikuti kunang-kunang
menuju sebuah jembatan yang
koyak
membentang jauh dari sisiku
ke sisimu
lalu aku bertanya pada
diriku:
bisakah aku berjalan ke
sisimu?
Kamu mengerti isyarat
perasaanku
jika aku berjalan ke
sisimu, kita akan jatuh bersama-sama ke dasar yang entah seberapa jauhnya
untukmu yang tercinta
tidak apa-apa
sebentar saja aku
melepaskan tanganku darimu
kamu yang tercinta akan
menemukan hati yang bersih untuk kamu tinggali.
Untuk kamu yang berharga,
tidak apa-apa._
Sebenarnya mau dipost 31 Desember kemarin, tapi berhubung skripsi yang ngejar dari balik pintu kamar saya, akhirnya baru dipost sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar