Rabu, 12 Februari 2014

PURPLE FLOWER



-PURPLE FLOWER-

Cast : Hey!Say!BEST

Genre : Angst (Mungkin ?)

Summary: Ketika aku masih memilikimu, aku ragu untuk membawamu berjalan bersamaku. Hingga saatnya kamu meyakini bahwa kamu tidak mungkin bersamaku, dan kamu harus melangkahkan kakimu dalam perjalanan yang lain. Saat itu, aku hanya mampu menjagamu dari jauh. Jika bisa, raihlah tanganku saat kamu akan terjatuh, kali ini, aku pasti akan menggenggam tanganmu lebih erat.

Perjalanan yang menjadi begitu berat
dengan nafas yang sesak
langkah tertatih dengan kaki penuh luka berdarah
kamu berjalan jauh di depan sana
tidak menoleh ke belakang
menyisakan punggung bergetarmu untuk kutatap dari kejauhan
tanganku ini, tidak mungkin sampai padamu
saat butiran bening itu jatuh dari matamu yang teduh.
tidak apa-apa
aku akan baik-baik saja dengan semua luka
tapi kamu,
tetaplah melangkahkan kakimu ke cahaya di depan sana
agar aku bisa melihat terang juga.


Kita tidak akan mungkin bersama.

Aku tau kamu berfikir seperti itu. Meyakininya. Menyakiti dirimu sendiri. Aku tidak pernah apa-apa dengan lukaku, tapi aku akan sangat meresahkan lukamu. Karena kamu adalah indera-inderaku. Aku akan merasakan rasa sakit yang menjalar dalam syarafmu.

Jalan-jalan berlubang menghambat sebuah perjalanan. Dan aku tidak pernah mengerti mengapa kita menjadi seperti ini. Aku tau hidup adalah sebuah pilihan, tapi bukankah kita tidak pernah memilih terlahir seperti ini. 
Haruskah aku menggugat sesuatu yang disebut takdir?

Perjalan kita bukan sehari dua hari. Kisah yang kita tulis bukan hanya selembar dua lembar.

Kita telah bersama lebih dari yang mata-mata itu melihat. Kita telah bersama lebih dari apa yang telinga-telinga itu mampu mendengar. Tangan kita telah bertautan jauh sebelum kita harus melepaskannya.

Tidak pernah sedikit pun aku merasa lelah berjalan bersamamu. Tidak pernah sedikit pun aku merasa bosan saat bersamamu. Mendengarkan suaramu, melihat senyum dan tawamu, menemanimu menangis, menggenggam jemarimu, membisikkan kata-kata manis untukmu, memelukmu. Semua kulakukan dengan sepenuh hatiku.

Aku dan kamu telah menjadi kita semenjak garis takdir mempertemukan untuk kali pertama. Cinta itu memang tidak terlahir dari sapaan pertama, tapi perjalanan waktu menumbuhkannya menjadi pohon raksasa dengan bunga yang berwarna-warni. Akar yang telah menyatu dengan hati, itu semua tidak akan bisa dicabut dengan tangan manusia. Nama yang telah terukir di puncak karang tidak akan udah dihapus oleh angin.

Tapi jalan itu terlalu berliku.

Berat yang membebani hatimu juga ingin kupikul agar kamu bisa berjalan dengan tenang di sampingku. Tapi kamu sama sekali tidak membiarkan dirimu berbagi meski hanya untuk beberapa pons dari berjuta ton yang kamu tanggung.

Di saat kamu terluka, aku ingin menjadi orang yang mampu mengobatinya. Di saat kamu menangis, aku ingin menjadi orang pertama yang menenangkanmu. Aku ingin menjadi tempatmu menyandarkan hatimu.

Tapi kita tidak bisa pergi kemana pun. Terlalu banyak noda-noda hitam yang membuat peta perjalan kita menjadi tidak terbaca. Akan menjadi sangat sulit bagiku untuk membawamu ke jalan dengan akhir yang bahagia.

Senyumanmu itu, aku ingin melihatnya. Tapi jika denganku, yang sangat mungkin adalah air mata yang mengalir di pipimu. Semua itu mengaburkan pandanganku.

Jurang dalam, dinding menjulang, dan samudera api yang membentang di depan sana membuatku tidak mungkin membawamu melangkah bersamaku. Begitu pun yang ada dalam fikiranmu. Jalan buntu, jembatan yang terputus, dan melodi menyayat hati membuatmu tidak mungkin melangkah lebih jauh untuk meraih kembali tanganku yang terpaksa harus kamu lepaskan.

Aku tidak tau bagaimana, tapi aku ingin kamu ada bersamaku. Hanya saja, saat aku sadar bahwa aku yakin bisa membawamu menyeberangi jurang tanpa jembatan itu, kamu sudah tidak lagi menggenggam tanganku.

Bagaimana aku bisa menjadi begitu lemah di saat aku seharusnya menjadi yang paling kuat untuk menjagamu. Melindungimu dari semua tatapan itu, dari semua perkataan itu. Bukankah, tatapan akan berakhir saat mata tertutup, bukankah perkataan akan berlalu seiring jarak yang melemparkannya kepada kehampaan? Aku sama sekali tidak mengerti.

***

Bunga-bunga ungu berguguran dari tangkai-tangkai yang kering
pada angin yang membawanya ke telapak tanganmu
aku berkisah
mendongengkan sepasang tangan yang bertautan dalam tahun-tahun pangjang melelahkan
hingga kita terpaksa harus melepaskannya ...
Biarkan seperti itu,
karena apa pun itu aku tetap menyimpanmu dalam hatiku.

Es berbentuk hati dengan sebutir ceri di dalamnya itu mulai mencair perlahan. Lelahannya menyatu dengan lemon ice yang semakin mendingin, membuat butiran air menjadi corak buram di gelas yang semula bening.

“tidakkah kamu berfikir untuk menemuinya? Mungkin saja dia merindukanmu?” Hikaru memulai perbincangan kami yang mulai kembali membak setelah episode canggung entah berapa lama.

“Tidak apa-apa. Jika aku menemuinya, kami harus memulai semuanya dari awal lagi. Dia dengan luka yang begitu dalam karena kami tidak mungkin bersama, dan aku dengan penyesalan seumur hidupku atas rasa sakit yang ditanggungnya!” Jawabku setelah menyesap sedikit lemon ice dengan sedotan yang dihiasi potongan lemon.

Ah, dulu aku beberapa kali mampir di kafe bernuansa hijau dan kuning ini bersama seseorang yang kini bahkan untuk menyebut namanya pun menjadi begitu menyesakkan.

“Ah, haruskah aku menyeretmu ke sana? Atau aku harus membiarkanmu mati mengenaskan seperti ini?” Hikaru mulai kesal dengan tingkahku.

Tentu. Dia sahabat terbaikku. lebih dari sepuluh tahun bersama. Dia tahu hampir seluruhnya tentangku. Bahkan, aku-Hikaru-dia seringkali bersama sehingga terkadang kami saling cemburu.

Ku pandangi pernak-pernik berbentuk buah-buahan yang menghiasi dinding kafe ini. Hikaru terlihat ingin menyampaikan sesuatu tapi ragu. entah apa, tapi aku bisa membaca itu tentang apa.

“Kou, apakah kamu benar-benar tidak apa-apa?” Hikaru bertanya dengan nada cemas.

Hikaru. Bahkan tanpa kamu harus bertanya, kamu tau bahkan aku sama sekali tidak baik-baik saja. Kamu bahkan bisa melihat luka yang begitu menganga, mengatakan padamu betapa kerasnya aku mencoba untuk baik-baik saja tapi tidak bisa.

Aku menyesal tidak menggenggam tangannya lebih erat. Aku menyesal tidak bisa membuatnya yakin bahwa kami bisa bersama. Aku menyesal membuatnya harus bersama orang lain.

Itu semua membuatnya sakit.

Dan aku sakit juga.

Sangat sakit.

Tanpa sadar aku mulai mengalirkan air mata tanpa bisa bersuara.

“Kou, hari ini Kei menikah!” Hikaru mengela nafasnya setelah mengucapkan kalimat mengerikan itu dengan nafas tertahan.

Aku tau.

Aku tau.

Dia sendiri yang memberi tahuku. Bahkan mengundangku meski dengan air mata yang bercucuran. Tapi aku tidak mungkin berlari ke arahnya di saat dia bersama dengan orang yang menjadi keputusannya setelah kami berpisah.

Karena aku tidak sanggup mempertahankannya yang begitu berharga.

***

Di depan sana itu jalan untuk kita yang penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran
untukmu yang berharga
kulepaskan tautan tangan kita
untukmu berjalan tanpa perasaan resah
bukan untuk melepaskan cintaku padamu.
Tidak apa-apa
biarkan seperti itu
nantinya kamu akan mengerti
kita tidak bisa berada di satu rel yang sama.

Perjalan kita berakhir di persimpangan ini. Sebuah pertigaan dimana kamu harus memilih untuk meninggalkanku demi semua yang mencintaimu.

Jalanmu yang ada setelah ini, adalah jalan yang lebih cemerlang, dengan gemerlapan cahaya dari bintang-bintang paling terang. Dan aku, akan tetap melihatmu dengan sepenuh kekaguman, berlari ke arahmu lebih cepat dari siapa pun saat kamu terjatuh.

Tidak apa-apa. Sungguh. Kita tidak akan apa-apa.

Janji yang terucap dari bibirmu yang bergetar, aku mendengarnya seperti lagu kesedihan yang pernah kita nyanyikan. Tapi setelah ini, kamu tidak akan takut berjalan ke luar sana. Kamu tidak perlu khawatir akan melukai orang-orang yang mencintaimu. Kamu bisa berjalan dengan menegakkan wajahmu, menggenggam tangan dia yang sekarang berada di sampingmu.

Tidak apa-apa. Dia yang sekarang mendampingi perjalanmu akan menjagamu lebih abik dariku. Memberimu tatapan seperti yang hari ini diberikannya padamu. Kalian berdua indah bersama. Ketika nanti kalian berjalan bergandengan tangan, semua akan menatap penuh kekaguman, bukan tatapan penuh kecurigaan saat kita berjalan bersama dengan bergandengan tangan.

“Yabu kun, apakah tidak apa-apa?” Daiki memandangku dengan tatapan mata besar indahnya. Seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa aku baik-baik saja.

Aku hanya tersenyum padanya, lantas kembali memandangmu yang sedang mencoba tersenyum di depan sana.

“Dia akan baik-baik saja!” Yuya menjawab pertanyaan Daiki tanpa melihatku. Entah, maksudnya kamu atau aku yang akan baik-baik saja.

Tidak apa-apa jika seperti ini kan?

Tidak apa-apa jika aku hanya memandang dan menjagamu dari jauh kan, Kei?

Angin yang bergerak mengelus perjalanan kita seolah mengatakan padaku bahwa inilah jembatan yang seharusnya kamu lewati. Jika begitu, maka aku tidak akan apa-apa.

Bersandarlah padaku
genggamlah tangannya
aku akan berjalan ke depan juga
agar ketika nanti senja datang menyapa kita
dengan bunga-bunga ungu yang bertebaran mengelilingi langit
aku bisa menyapamu dengan perasaan lega.

_END_

***

_Aku berjalan pada malam-malam saat purnama
di atas sana, tiba-tiba gerhana memperlihatkan bentuk sabit yang cemerlang
cahayanya mengatakan padaku untuk mengikuti kunang-kunang
menuju sebuah jembatan yang koyak
membentang jauh dari sisiku ke sisimu
lalu aku bertanya pada diriku:
bisakah aku berjalan ke sisimu?
Kamu mengerti isyarat perasaanku
jika aku berjalan ke sisimu, kita akan jatuh bersama-sama ke dasar yang entah seberapa jauhnya
untukmu yang tercinta
tidak apa-apa
sebentar saja aku melepaskan tanganku darimu
kamu yang tercinta akan menemukan hati yang bersih untuk kamu tinggali.
Untuk kamu yang berharga,
tidak apa-apa._


Sebenarnya mau dipost 31 Desember kemarin, tapi berhubung skripsi yang ngejar dari balik pintu  kamar saya, akhirnya baru dipost sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar